Bersukacitalah Senantiasa Dalam Tuhan



               Bersukacitalah Senantiasa Dalam Tuhan
Filipi 4:4-9 


Pengantar

Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan,
Tak terasa sudah sekitar 2 minggu kita memasuki tahun yang baru, tahun 2017. Dinamika kehidupan yang diwarnai dengan suka dan duka, senang dan sedih, terus berlanjut. Bagaimanakah kita seharusnya menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi dalam hidup kita? Bagi Paulus, respon terbaik adalah dengan bersukacita. Menurutnya, sukacita itu harus senantiasa, tidak tergantung pada waktu, musim, ataupun keadaan. Sukacita ini boleh terjadi karena kita ada di dalam Tuhan. BERSUKACITA SENANTIASA DALAM TUHAN, inilah tema renungan kita pada sore hari ini.

Memahami Sukacita

Paulus, begitu serius menasehati orang Filipi untuk bersukacita, sehingga dia harus mengatakannya berulang-ulang.  Itu sebabnya, surat Filipi sering disebut juga surat sukacita. Paulus sedang berada dalam penjara ketika menulis surat ini. Apakah hidup di penjara itu enak? Apakah hidup di penjara sesuatu yang dikejar orang? Penjara adalah simbol dari pembatasan ruang gerak, kreativitas, dan relasi seseorang. Penjara adalah simbol pengucilan. Dan ini adalah hal yang sangat menyakitkan. 

Belum lagi bila harus mengalami penindasan fisik, seperti dipukul, ditampar, dsb. Saya pikir kita semua pasti maklum bila yang Paulus katakan dari penjara ini adalah keluhan-keluhan, kekurangan-kekurangan, pengalaman menyakitkan, atau nada-nada putus asa. Tetapi bukan itu yang Paulus katakan. Dari tempat yang sangat menyakitkan, menekan, merendahkan seperti ini Paulus berseru kepada semua orang pengikut Kristus untuk bersukacita. 

Apakah yang dimaksud Paulus ketika dia mengatakan bersukacitalah senantiasa? Apakah artinya kita terus tertawa, tersenyum? Ketika anak kita sakit, ketika kita difitnah, kita pasang wajah senyum dan tertawa terus?  Tidak pernah menangis. Tetapi kita tahu bahwa Tuhan sendiri pun menangis. Jadi, apakah yang dimaksud Paulus dengan sukacita?

1.  Ay.5—Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Sukacita
Rupanya soal kebaikan hati kepada orang lain. Kata diketahui dalam nas ini, bukan berarti diumumkan atau dipamerkan, tetapi artinya bahwa orang lain merasakan dan mengalami kebaikan hati kita. Sukacita rupanya bukan tentang keinginan/kebutuhan/harapan kita yang tercapai, tetapi tentang cara kita memperlakukan orang lain, cara kita melayani orang lain. Orang Kristen selalu diajak untuk keluar dari dirinya, dan menjangkau orang lain. Dan kebaikan hati itu, idealnya memang harus orang lain (diluar diri kita) yang menilai atau memberi komentar demikian  Apakah suami, anak-anak, tetangga, sahabat, teman kantor, merasakan, mengalami, mengetahui kebaikan hati kita? Apakah kebaikan hati dominan, menonjol, dalam cara hidup kita? Jangan sampai yang dominan itu sifat jelek kita yang suka mengeluh, atau cerewet, atau ngeboss, sombong, dll.

Paulus mengatakan bersukacita senantiasa berarti sepanjang waktu memancarkan kebaikan kepada orang lain. Kita memperhatikan, peduli, meluangkan waktu, ramah, memberikan yang terbaik, tidak mempermalukan, dsb. Tetapi kita harus ingat bahwa menunjukkan kebaikan hati itu menuntut kemampuan kita menempatkan diri kita dalam posisi/kondisi orang tersebut. Apa yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut anak kita, atau boss kita atau pembantu kita. Nah, agar kebaikan hati kita dirasakan orang, maka kita harus bisa memposisikan diri dalam situasi orang tersebut. Nah, ketika kita dengan tulus menunjukkan kebaikan kepada orang lain, maka dalam prosesnya kita juga telah menolong diri sendiri.

Mungkin di tahun 2017 kita bisa mulai menimbang atau memperhatikan konsep Paulus tentang sukacita ini yaitu senantiasa memperhatikan orang lain, dan di dalam proses menolong orang lain tersebut, kita juga ditolong. Bila selama ini ketika kita menghadapi masalah/persoalan, standar penyelesaiannya adalah keinginan/kebutuhanku, maka ditahun ini coba kita pertimbangkan keinginan/kebutuhan orang lain juga. 

2.      Ay.6-7. Sukacita adalah soal berserah kepada Tuhan. Tidak kuatir
karena Allah yang kita sembah adalah Allah yang melampaui akal kita, Allah yang sanggup melakukan segala sesuatu. Allah menjawab kita tepat pada waktunya. Rencana Allah yang terbaik dalam hidup kita. Pemikiran ini harus kita ingat senantiasa, sehingga kekuatiran bisa menjauh, dan kita bisa merasakan damai. Pertanyaannya adalah apakah kita benar mempercayakan diri kita pada Allah? 

3.      Ay.8. Sukacita adalah soal memikirkan hal-hal yang baik.
Kecenderungan kita adalah memikirkan hal-hal yang negatif atau jelek. Kalau kita sedang sakit, lalu kita berpikir bahwa sakit ini pasti susah diobati, bahwa orang-orang akan berat hati mengurus kita, dsb. Pikiran-pikiran negatif ini akan memperburuk penyakit kita. Tetapi ketika kita memikirkan hal-hal yang baik, maka efeknya juga baik bagi kita. 

4.       Ay.9. Sukacita adalah soal mempratekkan apa yang sudah diterima
          ataupun diketahui. “Lakukanlah itu”. 

     Bagaimana dengan Paulus? Apakah dia melakukan yang dia
nasehati ini juga? Paulus melaksanakannya. Paulus bersukacita senantiasa dalam Tuhan.
1.    Selalu menunjukkan kebaikan hati kepada orang lain. 
2.    Selalu berserah kepada Tuhan. 
3.    Selalu berpikir positif. 

Penutup

          Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan, kita tidak tahu apa yang terjadi di tahun 2017 tetapi marilah kita bersukacita senantiasa, tidak dengan menunjukkan wajah yang terus menerus tertawa/tersenyum, tetapi dengan menunjukkan kebaikan kepada orang lain, tidak kuatir, dan selalu berpikir positif. Tuhan memberkati.


Amin

Komentar