Memberi dan Menerima Dalam Tuhan



Hidup Memberi dan Menerima dalam Tuhan
Filipi 4:10-20




         Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, nas yang kita baca hari ini adalah bagian dari surat Paulus kepada Jemaat di Filipi. Jemaat Filipi terletak di wilayah Makedonia (Kis. 16:12), dan merupakan hasil pelayanan dari Rasul Paulus. (Kis. 16:13-40). Walaupun Paulus tidak lagi berada di Jemaat Filipi, tetapi persahabatan dan hubungan yang ada diantara mereka tidak putus. Dalam hidup sehari-hari kita bertemu dengan berbagai macam orang, kita berhubungan dengan berbagai macam orang, di gereja ICF kita mengenal banyak orang, tetapi berapa orang yang benar-benar dapat

        Saudara ingat, bahkan ketika pulang nantinya ke Indonesia? Berapa orang yang kita mampu “keep in touch,” kita punya komunikasi yang teratur? Disini kita belajar dari Paulus yang sepertinya selalu berusaha berinteraksi dengan orang-orang, dengan jemaat yang pernah dia temui ataupun dia dirikan.  Paulus bukan tipe orang yang “singgah sebentar” atau “numpang lewat” dalam kehidupan orang-orang yang ditemuinya, tetapi Paulus selalu menjaga hubungan dengan mereka, selalu berkomunikasi dengan mereka, dan selalu berdoa untuk mereka. 


       Hubungan antara sesama orang percaya Paulus gambarkan dengan kata koinonia (Filipi 1:5) yang artinya persekutuan. Relasi antara Paulus dan Jemaat Filipi adalah relasi yang sangat indah, model koinonia/persekutuan yang sangat indah. Apakah yang terjadi dalam hubungan Paulus dan jemaat Filipi? Bagaimanakah persekutuan yang terjalin antara Paulus dan Jemaat Filipi?

1. Dalam Koinonia, ada rasa saling memberi

    Dalam ay. 18 disitu dituliskan(baca ayat) “Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah,” dan juga dalam 2 Kor. 11:9: “Dan ketika aku dalam kekurangan ditengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. ” kita belajar bahwa jemaat ini rupanya memberi bantuan (kemungkinan besar dalam bentuk uang) untuk membantu/mendukung pelayanan Paulus.

    Jemaat Filipi adalah jemaat yang suka memberi, suka berbagi. Sebenarnya jemaat ini bukan tergolong jemaat kaya. Di dalam 2 Korintus 8:1-3, kita bisa membaca bahwa jemaat ini sebenarnya jemaat miskin, tetapi dalam kemiskinan mereka, mereka mau berbagi. Paulus tidak pernah meminta/menyuruh mereka agar mengirimkan bantuan kepadanya. Tetapi jemaat Filipi memberi atas dasar inisiatif mereka sendiri. Mereka bisa membayangkan dan memahami situasi Paulus, dan mereka membantunya, sesuai dengan kemampuan mereka. 


    Saudara-saudara sungguh tidak gampang mengirim bantuan pada masa Paulus. Kalo dimasa sekarang, bila kita mau kirim uang, tinggal transfer, dalam hitungan menit selesai. Tetapi di masa Paulus, tidak segampang itu. Jemaat Filipi setelah mengumpulkan persembahan, harus mencari orang yang mau mengantarkan duit itu. Seseorang yang rela melakukan perjalanan jauh berhari-hari dan melelahkan (naik kuda, keledai). Dalam nas ini kita belajar bahwa yang mengantar bantuan itu adalah Epafroditus. Di dalam Filipi 2:25-27 kita bisa membaca bahwa Epafroditus jatuh sakit dan bahkan nyaris mati. 

    
   Yang mau saya katakan adalah memberi kadang-kadang berarti berani repot dan berani menanggung resiko. Untunglah Epafroditus seorang yang jujur. Kiriman tepat ke tujuan, tetapi bayangkan bila Epafroditus seorang yang jahat. Ditengah perjalanan dia melarikan duit persembahan itu, siapa yang tahu? Siapa yang kontrol? Jadi selalu siap dengan resiko. Bagaimana dengan kehidupan kita sekarang ini? Apakah saudara seorang yang suka memberi? Apakah saudara seorang yang murah hati? Apakah saudara seorang yang masih punya hati untuk sesama? Tuluskah saudara dalam memberi? Ataukah ada segudang udang dibalik batu?

 Ada cerita tentang tiga macam pemberi. Pemberi pertama bernama si Batu Api, si Spon dan si Sarang Lebah. Untuk mendapatkan si batu api, Anda harus menghantam dia. Walau sudah dihantam, biasanya Anda hanya mendapat sedikit serpihan dan percikan bunga api. Pelit untuk memberi. Kalau pun mau memberi itu selalu dengan pertunjukan besar-besaran. Pemberi macam ini akan selalu menuntut kalau namanya harus diumumkan dan berharap semua orang tahu. Ada si  spon. Untuk mendapatkan sesuatu dari si spon, Anda harus memerasnya lebih dulu, kalau perlu dengan aksi mengancam segala. Barulah si spon mau memberi. Memberi karena terpaksa. Memberi bukan dari hati. Yang terakhir adalah pemberi tipe sarang lebah. Sarang lebah senang memberi, tanpa tekanan dan tanpa harus menunggu lebih dulu seseorang merengek-rengek kepadanya. Dia membiarkan madu yang dihasilkan terus mengalir agar orang yang sedang membutuhkannya bisa mendapatkannya. Uniknya, sarang lebah tidak akan pernah kehabisan. Ia akan selalu memberi, memberi dan selalu ada saja madu yang diberikannya, seolah tidak ada habisnya. Bagaimana dengan kehidupan kita? Apakah kita pemberi macam bunga api yang selalu gembar-gembor ke sana ke mari untuk mengumumkan kedermawanan kita? Apakah kita pemberi macam spon yang menunggu ditekan dan dipaksa dulu? Ataukah kita seperti sarang lebah yang memberi karena ketulusan? Memberi karena ada iman bahwa yang telah mereka berikan akan segera diganti dengan baru. Berharap bahwa kita semua adalah orang Kristen yang suka memberi. Memberi karena ketulusan dan ekspresi kasih.

2. Dalam Koinonia, ada rasa saling menerima

        Paulus menerima bantuan dari jemaat Filipi. Dia menerimanya dengan penuh penghargaan dan ucapan syukur. (Banyak yang menerima dengan perasaan dongkol, bersungut-sungut, tidak puas, dsb). Dia tidak lupa segala kebaikan jemaat Filipi. Paulus sadar bahwa bantuan yang diberikan kepadanya ini adalah bukti perhatian dan dukungan jemaat Filipi atas pelayanannya. Akan tetapi Paulus juga sangat jelas mengatakan bahwa pelayanannya tidak tergantung atas bantuan yang diberikan. Bukan tidak menghargai, tetapi Paulus juga tidak mau ada yang berpikir bahwa bantuan itu yang membuat dia mampu melayani. Tanpa uang pun Paulus bisa melayani. Paulus berkata: “aku telah mencukupkan diri dalam segala keadaan, aku tahu apa itu kekurangan, aku tahu apa itu kelimpahan. Aku tahu apa itu kenyang, aku tahu apa itu lapar.”  Pelayananku kepada Tuhan tidak tergantung kepada berapa besar dana, berapa besar uang yang kalian berikan kepadaku. 

     Sekarang banyak orang yang menilai segala sesuatu dengan uang.   Banyak orang sekarang dikendalikan oleh duit, oleh harta, oleh barang sampai meninggalkan imannya. Ingatlah semua harta didunia ini akan ditinggalkan, hanya iman dan jiwa kita yang kembali kepada sang pencipta. Seperti Paulus, mari kita melatih diri kita mengatakan “cukup.” Mengapa harus dilatih? Karena kecenderungan kita adalah selalu merasa kurang. Kurang besar, kurang banyak, kurang cantik, kurang kurus, kurang diperhatikan, kurang dipahami, dsb. Selalu kurang. Saudara, kata cukup, hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa bersyukur. Ini bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya. Tetapi bagaimana kita mampu mengendalikan dan mengontrol hidup kita, keinginan hati  kita, emosi kita, hasrat kita, sehingga tetap dalam rel, dalam lintasan yang memuliakan nama Tuhan.



3. Dalam Koinonia,Tuhan yang membalas perbuatan baik kita 

        Ini sebenarnya bukan hal yang baru kita dengar. Kita sering mendengar malah mungkin pernah mengatakan: “biarlah Tuhan yang membalas kebaikan kalian, membalas budi baik kalian.” Tetapi betapa sering kita lupa akan kebenaran Firman Tuhan ini dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam kehidupan sehari-hari kita yang kita lakukan adalah hukum “tukaran atau hukum balasan.” Hari ini Maria mentraktir aku, karena kemarin aku menolongnya mengerjakan PR. Aku harus mengundangnya makan malam, karena minggu lalu dia juga sudah mengundang aku. 

       Jemaat Filipi memberi bantuan kepada Paulus, karena Paulus sudah memberitakan injil kepada mereka. Tetapi Paulus mengingatkan kita kembali hari ini bahwa setiap perbuatan baik kita, setiap pemberian kita, bukan manusia yang membalasnya, tetapi Tuhanlah yang membalasnya. Paulus sepertinya tidak tertarik dengan Hukum tukar menukar dan hukum berbalasan yang biasa kita praktekkan setiap hari. Bila aku sudah berbuat kebaikan kepada kamu, maka aku tidak boleh menuntutmu, bahkan tidak boleh mengharapkanmu membalas kebaikanku. Dan bila kamu di posisi yang menerima dan merasakan kebaikan, jangan merasa dituntut, jangan merasa diharapkan harus membalas kebaikan tersebut. Karena apa? Karena Paulus berkata dalam ayat 19: Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaanNya dalam Kristus Yesus.  Paulus ingin berkata hai jemaat Filipi terimakasih untuk pemberian kalian, tetapi aku tidak punya sesuatu untuk membalas perbuatan baik kalian. Dan jangan harapkan aku bisa membalas kebaikan kalian ini. Tetapi Allahku akan memenuhi segala keperluanmu.

    Bila kita memberi, berilah karena kasih Allah yang diam dalam hatimu. Titik. Tidak ada pengharapan untuk dibalas dengan perbuatan yang sama.
Bila kita menerima, terimalah karena kasih Allah yang diam dalam hatimu. Titik. Jangan merasa wajib untuk membalasnya, tetapi kita wajib untuk bersyukur kepada Tuhan. Dan bila kita memang punya hati yang penuh syukur kepada Tuhan, tidak akan mungkin kita tega menyakiti orang lain. Tidak mungkin kita jadi air susu dibalas dengan air tuba bila kita bersyukur. Dan ketika kita melakukan kebaikan kepada orang lain, jangan karena berpikir dia telah melakukan kebaikan kepadaku, jadi aku juga baik kepadanya, tetapi lakukanlah itu karena Tuhan menginginkan kita demikian. Memberi dan menerima dilakukan dalam Tuhan.Memberi dan menerima kita lakukan karena kasih Tuhan yang diam di dalam hati kita.

       Bila kita berpikir seperti ini, maka sebagai pemberi kita tidak akan kecewa ketika pemberian kita tidak dihargai, karena balasan kita bukan dari manusia, tetapi dari Allah. Dan sebagai penerima, kita juga tidak akan malu menerima bantuan, tidak akan stress memikirkan bagaimana ya caranya aku membalasnya, tidak jadi minder dan rendah diri, karena Allah yang akan membalasnya. Kewajiban kita penerima adalah berdoa dan bersyukur seperti Paulus lakukan untuk Jemaat Filipi. Dan ketika kita memberi (apakah itu uang, jasa, waktu, dsb), kita bukannya kehilangan atau kekurangan, tetapi malah bertambah beruntung karena ay.17 berkata “buahnya memperbesar keuntunganmu.” Pemberianmu memperbesar keuntunganmu. Yakinlah,  tak pernah ada orang yang jatuh miskin karena ia memberi. Mengapa? Karena Tuhan selalu menggantinya dengan berkat yang selalu baru. Tapi saudara-saudara jangan langsung berpikir tentang kehidupan yang luxurius, yang mewah, kehidupan enak tanpa ada lagi penderitaan, ingat Tuhan berkata: “Dia memenuhi kebutuhanmu, bukan keinginanmu, bukan permintaanmu.” Tetapi Tuhan tahu yang terbaik bagi kita. 

Amin

Komentar